Jakarta, 30 September 2025 – Aliansi Suara Rakyat Jambi kembali menegaskan keseriusannya dalam menyuarakan kepentingan masyarakat Jambi di hadapan para legislator nasional. Dalam forum resmi yang diselenggarakan oleh Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, perwakilan aliansi menyampaikan sejumlah tuntutan yang terangkum dalam dokumen bertajuk “Manifesto Rakyat Jambi.” Forum tersebut dipimpin langsung oleh Ketua BAM, Ahmad Heryawan, serta dihadiri oleh anggota DPR RI dari Dapil Jambi seperti A. Bakri, dan Ketua DPRD Provinsi Jambi.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari serangkaian aksi massa sebelumnya, termasuk unjuk rasa damai pada 12 September 2025 dan aksi lanjutan pada 17 September 2025 di kantor DPRD Provinsi Jambi. Aksi-aksi tersebut melibatkan masyarakat sipil, mahasiswa, pemuda, serta organisasi kemasyarakatan yang menyerukan keadilan, transparansi, dan keberpihakan negara terhadap rakyat.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah carut-marutnya pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP) yang dituding merusak lingkungan hidup. Aliansi menjadikan kasus PT SAS sebagai contoh lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik pertambangan yang dinilai merugikan ekosistem. Selain itu, permasalahan 5.500 sertifikat tanah warga Kota Jambi yang kini masuk dalam zona merah Pertamina juga menjadi sorotan. Aliansi menilai hal ini menciptakan ketidakjelasan hukum dan keresahan sosial, serta mendesak agar negara menjamin hak kepemilikan tanah masyarakat secara pasti.
Dalam forum tersebut, aliansi juga menegaskan dukungannya terhadap Tuntutan Nasional 17 + 8 yang hingga kini belum sepenuhnya direspons. Mereka menuntut DPR RI segera menyelesaikan seluruh butir tuntutan tersebut demi menjaga kepercayaan rakyat.
Tak hanya itu, Aliansi Suara Rakyat Jambi mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset serta percepatan Reformasi Polri, partai politik, dan DPR RI. Menurut mereka, reformasi institusional sangat penting untuk memperbaiki kondisi demokrasi Indonesia yang dinilai semakin menjauh dari cita-cita rakyat.
“Sudah terlalu banyak janji reformasi, namun realisasinya sangat minim. Apa yang kami sampaikan bukan sekadar keluhan, melainkan peringatan keras bahwa demokrasi kita sedang tidak sehat,” ujar Vadel Muhammad. Ia juga memperingatkan bahwa jika DPR RI terus mengabaikan tuntutan rakyat, kepercayaan publik akan semakin rapuh.
Forum tersebut juga menjadi ruang untuk menyampaikan kritik terhadap aparat kepolisian, khususnya Polda Jambi, yang dianggap bertindak represif saat pengamanan aksi damai. Aliansi menyayangkan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, seperti tameng dan tongkat, yang justru menimbulkan ketakutan dan trauma di kalangan peserta aksi.
“Padahal aksi kami damai dan mengedepankan dialog. Tapi respons aparat justru seolah memusuhi rakyat,” tegas Vadel. Pernyataan ini menjadi penekanan bahwa reformasi di tubuh Polri harus dilakukan agar institusi ini benar-benar menjadi pelindung rakyat.
Aliansi juga menyampaikan kekecewaannya atas tidak dimasukkannya RUU Agraria ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Mereka menyebut keputusan ini sangat disayangkan mengingat Jambi merupakan provinsi dengan konflik agraria tertinggi kedua di Indonesia. Meski begitu, mereka tetap mendesak agar pemerintah daerah serius menyelesaikan konflik tersebut.
Tak hanya agraria, penertiban Satgas PKH juga menjadi perhatian. Aliansi menginginkan agar proses tersebut dilakukan secara transparan dan tidak tebang pilih. Mereka menilai selama ini Satgas PKH cenderung menekan masyarakat kecil yang memanfaatkan kawasan hutan untuk bertahan hidup, sementara perusahaan-perusahaan besar yang merusak lingkungan malah dibiarkan.
“Pengelolaan hutan harusnya berpihak pada masyarakat. Kalau rakyat sejahtera, hutan pun akan lestari. Program perhutanan sosial juga perlu dievaluasi karena belum sepenuhnya menjawab keresahan warga desa,” ujar Vadel lagi.
Salah satu tuntutan penting lainnya adalah permintaan agar DPR RI membuka akses transparansi terhadap kinerja dan penggunaan anggaran lembaga legislatif, termasuk gaji, tunjangan, dan fasilitas yang diterima anggotanya. Menurut mereka, hal ini penting agar rakyat bisa turut mengawasi penggunaan uang negara yang bersumber dari pajak masyarakat.
Sebagai penutup, Aliansi Suara Rakyat Jambi meminta agar delapan anggota DPR RI dari Dapil Jambi kembali turun ke daerah pemilihannya dan membuka ruang dialog langsung dengan rakyat. Menanggapi hal itu, A. Bakri menyatakan komitmennya untuk memfasilitasi dialog terbuka dalam waktu dua minggu ke depan. Ia mengatakan bahwa pertemuan tersebut akan digelar oleh DPRD Provinsi Jambi dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis, mahasiswa, BEM, dan OKP.

Tinggalkan Balasan