Pembangunan Sarana dan Prasarana Olahraga (Stadion Mini) di Nagari Muaro Sakai Inderapura, Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan, menggunakan anggaran Dana Desa sebesar Rp150.000.000 tahun 2025, kini dipersoalkan warga.
Proyek yang berlokasi di Tanjung Medan itu belum selesai, namun bangunannya sudah mengalami keretakan dan kerusakan pada struktur dinding dan lantai. Hingga saat ini, tidak ada perbaikan dilakukan.

Warga menemukan bahwa Sekretaris Nagari turun langsung ke lapangan mengatur proyek mulai dari pengawasan, pembelian material, hingga pembayaran upah pekerja.
Padahal, di papan proyek, nama pelaksana kegiatan (PTPKN) tercantum Agusmalinda.

Hasil penelusuran masyarakat menyebutkan, Agusmalinda tidak menjalankan proyek secara nyata dan hanya dicantumkan sebagai pelaksana di dokumen.
Lebih jauh, Wali Nagari Muaro Sakai juga diduga ikut mengatur jalannya proyek. Dengan kata lain, proyek senilai Rp150 juta ini dilaksanakan langsung oleh pejabat pemerintahan nagari sendiri, bukan oleh pelaksana teknis yang sah.

Pelanggaran Langsung terhadap Undang-Undang Desa
Tindakan Wali Nagari dan Sekretaris Nagari ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya:
• Pasal 29 huruf b dan c: Kepala Desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri atau pihak tertentu dan menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya.
→ Keterlibatan Wali Nagari dalam proyek yang dibiayai dari dana desa merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang.
• Pasal 51 huruf b, c, dan f: Perangkat Desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, menyalahgunakan wewenang, serta melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme.
→ Sekretaris Nagari bukan pelaksana proyek, melainkan pejabat administratif. Mengambil alih pekerjaan lapangan berarti melanggar langsung larangan Pasal 51.

Baca juga :  PT Sukses Jaya Wood dan Konflik Lahan Silaut: Mengurai Jejak Sengketa yang Berujung ke Pengadilan

Kedua pasal tersebut mengatur batas tegas antara penyelenggara pemerintahan desa dan pelaksana kegiatan. Ketika pejabat pemerintahan sendiri yang mengerjakan proyek, fungsi pengawasan hilang dan potensi korupsi terbuka lebar.
Fakta Lapangan dan Tindakan Masyarakat
• Anggaran: Rp150.000.000 dari Dana Desa tahun 2025.
• Lokasi: Tanjung Medan, Nagari Muaro Sakai Inderapura, Pancung Soal, Pesisir Selatan.
• Kondisi fisik: Retak-retak, tidak selesai, dan tidak diperbaiki.
• Pelaksana di dokumen: Agusmalinda (PTPKN).
• Pelaksana di lapangan: Sekretaris Nagari dan Wali Nagari.
• Rencana serah terima: 30 Oktober 2025.
• Sikap masyarakat: Menolak serah terima bangunan karena proyek tidak sesuai dan pelaksanaan diduga melanggar hukum.

Penolakan masyarakat bukan sekadar protes, melainkan hak yang dijamin oleh Pasal 82 UU Desa, yang menyatakan:
“Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pembangunan desa dan melaporkan berbagai keluhan kepada Pemerintah Desa dan BPD.”
Artinya, penolakan warga terhadap serah terima adalah tindakan sah untuk mencegah pengesahan proyek bermasalah.
Pola Penyimpangan yang Berulang

Baca juga :  Krisis Integritas Bank 9 Jambi: Skandal di Balik Seragam Rapi

Kasus ini memiliki pola yang sama dengan kasus korupsi Wali Nagari Tapan di Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan (2023), di mana proyek dana nagari senilai Rp179 juta dikerjakan langsung oleh wali nagari tanpa pelaksana yang sah.
Kasus tersebut berakhir dengan penahanan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Painan, karena ditemukan bukti penyalahgunaan dana nagari dan laporan pertanggungjawaban fiktif.

Pola yang sama kini terlihat di Muaro Sakai:
• Pejabat pemerintahan menjalankan proyek sendiri.
• Pelaksana kegiatan hanya formalitas.
• Kualitas bangunan buruk dan tidak sesuai rencana.
Arah Hukum dan Tanggung Jawab

Dengan fakta tersebut, terdapat unsur pelanggaran hukum administratif dan indikasi tindak pidana korupsi, meliputi:
1. Pelanggaran Pasal 29 dan Pasal 51 UU Desa oleh Wali Nagari dan Sekretaris Nagari.
2. Penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana desa untuk proyek fisik.
3. Potensi kerugian keuangan negara akibat pekerjaan tidak sesuai spesifikasi dan tidak selesai.

Langkah hukum yang seharusnya diambil:
• Audit investigatif oleh Inspektorat Kabupaten Pesisir Selatan.
• Pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Painan terhadap Wali Nagari, Sekretaris Nagari, dan PTPKN yang tercantum di dokumen.
• Penundaan serah terima proyek hingga proses audit dan klarifikasi hukum selesai.
Kesimpulan

Baca juga :  2 Warga Suku Anak Dalam yang Terima Bilqis ditangkap Atas Dugaan Penculikan Anak

Kasus Stadion Mini Tanjung Medan menunjukkan praktik yang secara terang-terangan melanggar Undang-Undang Desa. Wali Nagari dan Sekretaris Nagari tidak boleh menjadi pelaksana proyek. Mereka bertugas mengatur dan mengawasi, bukan mengerjakan.

Bangunan yang rusak sebelum selesai adalah bukti kegagalan teknis; keterlibatan pejabat nagari dalam proyek adalah bukti penyalahgunaan wewenang.
Masyarakat sudah benar menolak hasil proyek tersebut.
Langkah selanjutnya ada pada Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Painan untuk memeriksa seluruh pihak yang terlibat. Jika dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk: bahwa hukum berhenti di pintu nagari, sementara uang negara dikelola sesuka jabatan.