MOROWALI — Polemik mengenai status dan pengawasan Bandara IMIP di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, menguak persoalan yang lebih dalam dari sekadar perbedaan pandangan antarpejabat. Sidak Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang menemukan ketiadaan aparat negara di bandara tersebut berseberangan dengan pernyataan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang menegaskan bandara itu legal dan telah diawasi.
Perbedaan ini memicu pertanyaan mendasar: apakah ini kelalaian suatu kementerian, atau justru bukti kegagalan koordinasi antarinstansi pemerintah?
Temuan Sidak Kemhan: Tidak Ada Aparat Negara, “Anomali” yang Menyita Perhatian
Inspeksi Kemhan pada 19–20 November 2025 mengungkap situasi yang mengejutkan. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menemukan bahwa Bandara IMIP beroperasi tanpa aparat negara — mulai dari bea cukai, imigrasi, hingga otoritas keamanan resmi.
Temuan ini dianggap sebagai anomali yang membahayakan kedaulatan. Kemhan menyebut kondisi tersebut sebagai potensi “negara dalam negara” dan meminta agar status bandara dievaluasi ulang karena tidak memenuhi standar pengawasan negara. Pasca-sidak, TNI segera dikerahkan untuk menjaga bandara sebagai langkah darurat normalisasi pengawasan.
Kemenhub Membantah: Bandara Resmi dan Sudah Diawasi
Kemenhub melalui Wakil Menteri Perhubungan Suntana memberikan penjelasan yang berbeda. Bandara IMIP, menurutnya, resmi terdaftar sebagai bandara khusus dan memiliki izin lengkap sesuai peraturan yang berlaku.
Ia menyebut bahwa Kemenhub bersama instansi terkait telah menempatkan personel Bea Cukai, Kepolisian, dan otoritas bandara untuk melakukan pengawasan. Kemenhub menepis anggapan bahwa bandara itu beroperasi tanpa kontrol negara atau “gelap”.
Beda Fakta vs Beda Dokumen: Celah Koordinasi yang Terkuak
Perbedaan pernyataan Kemhan dan Kemenhub menunjukkan bahwa persoalannya bukan sekadar siapa yang benar dalam fakta, melainkan ketidaksinkronan koordinasi institusional. Beberapa hal mencuat: Sidak Kemhan menemukan tidak ada aparat negara bertugas saat inspeksi, meski seharusnya regulasi mewajibkan keberadaan mereka. Kemenhub memang memegang dokumen izin dan status resmi, tetapi implementasinya tidak sejalan dengan realitas lapangan
Penempatan aparat oleh Kemenhub tampaknya dilakukan setelah polemik mencuat, bukan sejak awal bandara beroperasi. Tidak ada penjelasan publik tentang sejak kapan bandara beroperasi tanpa aparat dan kapan petugas negara baru ditempatkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa legalitas administratif tidak menjamin pengawasan yang konsisten di lapangan.
Sidak Kemhan: Kesalahan Kemhan atau Gagalnya Koordinasi Antar Kementerian?
Dari sudut pandang investigatif, sulit menetapkan pihak yang paling bersalah secara tunggal. Namun rangkaian kejadian memperlihatkan: Sidak Kemhan mengungkap fakta lapangan yang menunjukkan lemahnya kontrol dan kelalaian dalam pengawasan negara. Kemenhub memegang aspek legalitas, tetapi implementasi pengawasan terbukti tidak berjalan sejak awal beroperasinya bandara.
Dengan demikian, sidak tersebut tidak sekadar menyoroti potensi kelalaian Kemhan, tetapi lebih jauh memperlihatkan kegagalan struktural dalam koordinasi antar kementerian — mulai dari pengawasan, penempatan petugas, hingga audit terhadap bandara khusus atau swasta.
Implikasi Ke Depan: Regulasi dan Pengawasan Harus Diperkuat
Kasus Bandara IMIP menyoroti kebutuhan reformasi sistemik pada pengelolaan bandara khusus:
- Regulasi bandara khusus harus diperketat — izin formal harus diikuti sistem pengawasan wajib dan audit berkala.
- Koordinasi Kemhan, Kemenhub, Bea Cukai, Imigrasi, dan Kepolisian harus diperjelas, terutama setelah izin diterbitkan.
- Transparansi kepada publik diperlukan untuk menjelaskan status dan pengawasan bandara secara rutin.
- Pemerintah perlu mengevaluasi bandara khusus/swasta lain agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
Kesimpulan: Bukan Persoalan Satu Pejabat — Ini Masalah Sistem
Perbedaan pernyataan antara Menhan dan Wamenhub terkait Bandara IMIP menunjukkan adanya masalah struktural dalam cara negara mengatur, mengawasi, dan mengoordinasikan fasilitas strategis. Ini bukan semata pertentangan antarpejabat. Ini adalah cerminan kegagalan sistem koordinasi, di mana izin formal tidak diikuti pengawasan nyata. Pada akhirnya, publik berhak menuntut transparansi dan kepastian:
Jika negara memberi izin kepada sebuah bandara khusus, maka negara pula yang wajib memastikan pengawasan berjalan tanpa jeda.

Tinggalkan Balasan