Civilnews.id Kota Jambi ,Banjir yang melanda Kota Jambi pada 12 Desember 2025 bukan lagi sekadar fenomena “hujan deras”. Data dari berbagai media lokal menunjukkan pola yang sama: hujan dengan durasi singkat saja sudah cukup membuat kota lumpuh, rumah terendam, dan sungai meluap. Ini menegaskan bahwa masalah utamanya bukan pada cuaca, tetapi pada tata ruang yang gagal, drainase yang buruk, dan pembangunan yang abai terhadap daya tampung lingkungan.
Benang Merah dari Lapangan
Laporan media menyebutkan:
Puluhan rumah di beberapa kelurahan terendam setinggi pinggang setelah sungai meluap. Titik-titik rawan seperti Paal Lima, Simpang III Sipin, dan Sipin Atas kembali terendam.
Drainase tidak mampu menahan limpasan, sungai dangkal, dan aliran air tersendat. Hanya hujan ±1 jam, namun banyak area kota lumpuh total.
Temuan ini menunjukkan kerentanan struktural, bukan sekadar bencana alam.
WALHI: Ini “Bencana Ekologis”, Bukan Cuaca Ekstrem
WALHI Jambi menegaskan bahwa banjir ini adalah bentuk bencana ekologis—disebabkan oleh:
- Tata ruang yang abai pada kawasan resapan.
- Pembangunan yang tak memperhitungkan daya dukung lingkungan.
- Minimnya area terbuka hijau yang berfungsi menahan limpasan.
- WALHI dengan jelas menyatakan: “Banjir di Jambi adalah akibat pembangunan yang abai lingkungan.”
Tanggung Jawab Struktural Pemerintahan Maulana – Diza Aljhosa
1. Gagalnya Tata Ruang Kota
Kota Jambi kini mudah tergenang hanya dengan hujan singkat. Hal ini adalah indikator langsung bahwa RTRW dan RDTR yang disusun atau dijalankan pemerintah kota tidak efektif.
Bila banjir terjadi berulang, maka sistem tata ruang—yang menjadi kewenangan wali kota—gagal melindungi warganya.
2. Infrastruktur Drainase yang Tidak Terpelihara
Kritik warga konsisten:
- Drainase tersumbat.
- Sungai dangkal.
- Tidak ada pengerukan berkala yang jelas.
Ini berada dalam lingkup kerja PUPR Kota Jambi, yang berada di bawah kendali langsung wali kota.
3. Ketidaksiapan Mitigasi dan Respons
Tidak ada penjelasan teknis dari Pemkot mengenai:
- Titik-titik prioritas perbaikan.
- Timeline pengerukan sungai.
- Evaluasi drainase.
- Rencana pencegahan banjir selanjutnya.
Ketiadaan strategi jangka panjang membuat dampak banjir terus berulang dari tahun ke tahun.
4. Pengawasan Pembangunan yang Lemah
Bila alih fungsi lahan terus berlangsung dan izin pembangunan diberikan tanpa analisis dampak ekologis yang ketat, maka pemerintah kota ikut bertanggung jawab atas hilangnya ruang resapan yang menyebabkan banjir.
Kesimpulan Investigatif
Semua bukti lapangan dan kritik lembaga lingkungan mengarah pada satu poin penting:
Banjir Jambi 12 Desember 2025 adalah cermin kegagalan kebijakan tata ruang dan pengelolaan lingkungan di bawah kepemimpinan Maulana – Diza Aljhosa.
Ini bukan soal curah hujan. Bukan soal alam. Ini soal pemerintahan yang tidak menempatkan keselamatan ekologis dan keselamatan publik sebagai prioritas utama. Jika akar masalah ini tidak diatasi—dengan reformasi tata ruang, audit drainase, pengerukan sungai secara berkala, serta penghentian izin pembangunan di area rawan—maka banjir akan terus menjadi rutinitas tahunan kota.
SUMBER
1. Antara News – WALHI: Banjir Kota Jambi akibat pembangunan abai lingkungan,2025
2. Mattanews – Hujan satu jam, Kota Jambi lumpuh, dua RT terendam pinggang 2025
3. SekatoJambi – Hujan deras, banjir di Kota Jambi rendam rumah warga 2025
4. Suara.com – WALHI sebut banjir Jambi sebagai bencana ekologis 2025
5. JambiSeru – Sungai meluap usai hujan deras, puluhan rumah terendam 2025
6. Buserekspose – Perbaiki tata ruang selamatkan Kota Jambi dari bencana ekologis 2025.

Tinggalkan Balasan